Perjalanan sejarah
perkembangan terbentuknya ragam hias, kain tapis Lampung mendapat berbagai
pengaruh kebudayan lain, seiring dengan terjalinnya kontak, interaksi, dan
komunikasi masyarakat adat Lampung dengan kebudayaan luar. Kebudayaan yang
memberikan pengaruh pada pembentukan gaya seni hias kain tapis antara lain,
kebudayan Dongson dari daratan Asia, Hindu-Budha, Islam, dan Eropa. Terbentuknya kain tapis Lampung melalui tahapan dan
periodisasi waktu yang panjang. Dalam proses perjalanannya terjadi berbagai
penyempurnaan, baik dari aspek teknik dan keterampilan pembuatan, bentuk motif
yang diterapkan, dan metode penerapan motif pada kain dasar tapis, menyesuaikan
dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Putri Lampung
Senin, 12 November 2012
Terbentuknya kain tapis Lampung melalui tahapan dan periodisasi waktu yang
panjang. Dalam proses perjalanannya terjadi berbagai penyempurnaan, baik dari
aspek teknik dan keterampilan pembuatan, bentuk motif yang diterapkan, dan
metode penerapan motif pada kain dasar tapis, menyesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan zaman.
Perjalanan sejarah perkembangan terbentuknya ragam
hias, kain tapis Lampung mendapat berbagai pengaruh kebudayan lain, seiring
dengan terjalinnya kontak, interaksi, dan komunikasi masyarakat adat Lampung
dengan kebudayaan luar. Kebudayaan yang memberikan pengaruh pada pembentukan
gaya seni hias kain tapis antara lain, kebudayan Dongson dari daratan Asia,
Hindu-Budha, Islam, dan Eropa.
Melalui proses yang
panjang, akulturasi terjadi antara unsur-unsur hias kebudayaan asing dengan
unsur-unsur hias lama. Unsur-unsur asing yang datang tidak menghilangkan
unsur-unsur lama, akan tetapi semakin memperkaya corak, ragam, dan gaya yang
sudah ada. Berbagai kebudayaan tersebut terpadu dan terintegrasi dalam satu
konsep utuh yang tidak dapat dipisahkan dan melahirkan corak Terbentuknya kain tapis Lampung melalui tahapan dan
periodisasi waktu yang panjang. Dalam proses perjalanannya terjadi berbagai
penyempurnaan, baik dari aspek teknik dan keterampilan pembuatan, bentuk motif
yang diterapkan, dan metode penerapan motif pada kain dasar tapis, menyesuaikan
dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Perjalanan sejarah perkembangan terbentuknya ragam
hias, kain tapis Lampung mendapat berbagai pengaruh kebudayan lain, seiring
dengan terjalinnya kontak, interaksi, dan komunikasi masyarakat adat Lampung
dengan kebudayaan luar. Kebudayaan yang memberikan pengaruh pada pembentukan
gaya seni hias kain tapis antara lain, kebudayan Dongson dari daratan Asia,
Hindu-Budha, Islam, dan Eropa.
Melalui proses yang panjang, akulturasi terjadi antara
unsur-unsur hias kebudayaan asing dengan unsur-unsur hias lama. Unsur-unsur
asing yang datang tidak menghilangkan unsur-unsur lama, akan tetapi semakin
memperkaya corak, ragam, dan gaya yang sudah ada. Berbagai kebudayaan tersebut
terpadu dan terintegrasi dalam satu konsep utuh yang tidak dapat dipisahkan dan
melahirkan corak baru yang unik dan khas.
Nilai estetis kain tapis menyatu dalam beberapa azas
dan ketentuan, yaitu (1) azas kesatuan organis, (2) azas tema atau konsep, (3)
azas keseimbangan, (4) azas bertingkat, (5) azas kerumitan, dan (6) azas
kesungguhan.
Kain tapis bagi masyarakat adat Lampung memiliki makna
simbolis sebagai lambang kesucian yang dapat melindungi pemakainya dari segala
kotoran dari luar. Selain itu dalam pemakaiannya kain tapis juga melambangkan
status sosial pemakainya. Makna simbolis kain tapis terdapat pada kesatuan utuh
bentuk motif yang diterapkan, serta bidang warna kain dasar sebagai wujud
kepercayaan yang melambangkan kebesaran Pencipta Alam. Kain tapis merupakan
pakaian resmi masyarakat adat Lampung dalam berbagai upacara adat dan
keagamaan, dan merupakan perangkat adat yang serupa pusaka keluarga.
Terkait dengan pemerintahan adat, masyarakat Lampung
yang beradat Pepadun memakai sistemkepunyimbangan berdasarkan garis keturunan laki-laki (matrilineal). Pada masyarakat
Lampung Pepaduntingkatan punyimbang ada tiga, yaitu: (1) punyimbang marga atau paksi yang membawahi tiyuh(kampung), (2) punyimbang tiyuh yang membawahi
beberapa suku atau bilik, dan (3) punyimbang sukuyang membawahi beberapa nuwow balak (rumah adat). Susunan masyarakat
yang bertingkat-tingkat mengkondisikan adanya aturan yang mengatur pemakaian
kain tapis sebagai busana adat yang menyesuaikan status sosialnya
dalam masyarakat. Aturan yang berlaku tersebut juga disertai hukuman
atau sanksi adat (cepalo) bagi anggota masyarakat yang melanggarnya.
Dalam rentang perjalanannya, kain tapis tidak hanya
menunjukkan suatu proses kontinum kelangsungannya, tetapi juga menampakkan
terjadinya perubahan dan pengembangan dalam banyak aspek, seperti pada aspek
fungsinya kain tapis berubah dari benda sacral yang terkait erat dengan adat
dan kepercayaan masyarakat Lampung berubah menjadi benda profan dan sekuler
yang berfungsi untuk komoditi pasar. Pada aspek produknya kain tapis tidak
hanya berupa kain sarung adat, tetapi sudah mengalami modivikasi dan
diversivikasi sehingga tercipta berbagai produk seni kerajinan kain tapis
seperti, busana pesta, busana muslim, hiasan dinding, kaligrafi, partisi
ruangan, perlengkapan kamar tidur, tas, dompet, kopiah, tempat tisu, dan
sebagainya.
Pada aspek bentuk motif yang diterapkan tidak terjadi
perubahan frontal, secara umum bentuk motifnya masih sama hanya terjadi
perubahan seiring perubahan bentuk produk yang disertai pengembangan, modivikasi,
variasi, penyederhanaan, dan sedikit penambahan. Perubahan signifikan terjadi
pada penghilangan makna simbolis-filosofis yang terkandung di dalamnya. Motif
kain tapis sekarang hanya dilihat dari aspek keindahannya semata.
Perubahan yang terjadi pada kain tapis Lampung terjadi
seiring dengan perubahan masyarakat pendukungnya, seperti adanya interpretasi
dan persepsi masyarakat Lampung terhadap kain tapis, keterbukaan masyarakat
lampung terhadap berbagai inovasi, ide-ide, dan kreasi baru yang tercermin pada
sifat dan watak nemui nyimah, dan nengah nyappur. Kecintaan, keinginan, dan sikap progresif para perajin kain tapis yang
didukung bakat seni dan keterampilan teknik yang diturunkan generasi sebelumnya
untuk melestarikan, mempertahankan, dan mengembangkan seni kerajinan kain
tapis.
Faktor
eksternal yang mendorong terjadinya perubahan seni kerajinan kain tapis
Lampung, selain berkembangnya dunia pariwisata daerah Lampung adalah adanya
lembaga atau institusi pemerintah maupun swasta di Lampung yang berusaha
mengembangkan seni kerajinan kain tapis dengan melakukan berbagai usaha,
seperti program pelatihan, penyuluhan, dan pembinaan untuk dapat meningkatkan
kemampuan teknis, jiwa kewirausahaan, maupun manajemen usaha para perajin kain
tapis. Pemerintah juga telah mengambil kebijakan penting dengan menciptakan
lingkungan usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan dalam bidang produksi,
permodalan, distribusi, dan pemasaran.
Pembubaran lembaga adat Lampung (kepunyimbangan) oleh pemerintah juga ikut mendorong
perubahan yang terjadi pada kain tapis. Dengan berubahnya struktur
pemerintahan, maka lembaga dan organisasi sosial dalam masyarakat adat tidak
lagi memiliki legitimasi. Lembaga adat (kepunyimbangan) yang berfungsi sebagai pagar sekaligus
kontrol dalam rangka melindungi stabilitas atau equilibrium masyarakat tidak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya. Namun akan lebih baik seandainya keputusan pemerintah
tentang penghapusan lembaga adat ditinjau kembali, karena adanya lembaga
tersebut akan semakin memperkokoh eksistensi kain tapis Lampung.
Selain dampak sosial budaya yang berhasil melestarikan dan mempertahankan
kelangsungan seni kerajinan kain tapis, perubahan yang terjadi pada kain tapis
juga mempunyai dampak sosial ekonomi. Dampak perubahan kain tapis dari aspek
ekonomi sudah jelas pada meningkatnya penghasilan para perajin.
Nilai estetis kain tapis menyatu dalam beberapa azas
dan ketentuan, yaitu (1) azas kesatuan organis, (2) azas tema atau konsep, (3)
azas keseimbangan, (4) azas bertingkat, (5) azas kerumitan, dan (6) azas
kesungguhan.
Kain tapis bagi masyarakat adat Lampung memiliki makna
simbolis sebagai lambang kesucian yang dapat melindungi pemakainya dari segala
kotoran dari luar. Selain itu dalam pemakaiannya kain tapis juga melambangkan
status sosial pemakainya. Makna simbolis kain tapis terdapat pada kesatuan utuh
bentuk motif yang diterapkan, serta bidang warna kain dasar sebagai wujud
kepercayaan yang melambangkan kebesaran Pencipta Alam. Kain tapis merupakan
pakaian resmi masyarakat adat Lampung dalam berbagai upacara adat dan
keagamaan, dan merupakan perangkat adat yang serupa pusaka keluarga.
Terkait dengan pemerintahan adat, masyarakat Lampung
yang beradat Pepadun memakai sistemkepunyimbangan berdasarkan garis keturunan laki-laki (matrilineal). Pada masyarakat
Lampung Pepaduntingkatan punyimbang ada tiga, yaitu: (1) punyimbang marga atau paksi yang membawahi tiyuh(kampung), (2) punyimbang tiyuh yang membawahi
beberapa suku atau bilik, dan (3) punyimbang sukuyang membawahi beberapa nuwow balak (rumah adat). Susunan masyarakat
yang bertingkat-tingkat mengkondisikan adanya aturan yang mengatur pemakaian
kain tapis sebagai busana adat yang menyesuaikan status sosialnya
dalam masyarakat. Aturan yang berlaku tersebut juga disertai hukuman
atau sanksi adat (cepalo) bagi anggota masyarakat yang melanggarnya.
Dalam rentang perjalanannya, kain tapis tidak hanya
menunjukkan suatu proses kontinum kelangsungannya, tetapi juga menampakkan
terjadinya perubahan dan pengembangan dalam banyak aspek, seperti pada aspek
fungsinya kain tapis berubah dari benda sacral yang terkait erat dengan adat
dan kepercayaan masyarakat Lampung berubah menjadi benda profan dan sekuler
yang berfungsi untuk komoditi pasar. Pada aspek produknya kain tapis tidak
hanya berupa kain sarung adat, tetapi sudah mengalami modivikasi dan
diversivikasi sehingga tercipta berbagai produk seni kerajinan kain tapis
seperti, busana pesta, busana muslim, hiasan dinding, kaligrafi, partisi
ruangan, perlengkapan kamar tidur, tas, dompet, kopiah, tempat tisu, dan
sebagainya.
Pada aspek bentuk motif yang diterapkan tidak terjadi
perubahan frontal, secara umum bentuk motifnya masih sama hanya terjadi
perubahan seiring perubahan bentuk produk yang disertai pengembangan, modivikasi,
variasi, penyederhanaan, dan sedikit penambahan. Perubahan signifikan terjadi
pada penghilangan makna simbolis-filosofis yang terkandung di dalamnya. Motif
kain tapis sekarang hanya dilihat dari aspek keindahannya semata.
Perubahan yang terjadi pada kain tapis Lampung terjadi
seiring dengan perubahan masyarakat pendukungnya, seperti adanya interpretasi
dan persepsi masyarakat Lampung terhadap kain tapis, keterbukaan masyarakat
lampung terhadap berbagai inovasi, ide-ide, dan kreasi baru yang tercermin pada
sifat dan watak nemui nyimah, dan nengah nyappur. Kecintaan, keinginan, dan sikap progresif para perajin kain tapis yang
didukung bakat seni dan keterampilan teknik yang diturunkan generasi sebelumnya
untuk melestarikan, mempertahankan, dan mengembangkan seni kerajinan kain
tapis.
Faktor
eksternal yang mendorong terjadinya perubahan seni kerajinan kain tapis
Lampung, selain berkembangnya dunia pariwisata daerah Lampung adalah adanya
lembaga atau institusi pemerintah maupun swasta di Lampung yang berusaha
mengembangkan seni kerajinan kain tapis dengan melakukan berbagai usaha,
seperti program pelatihan, penyuluhan, dan pembinaan untuk dapat meningkatkan
kemampuan teknis, jiwa kewirausahaan, maupun manajemen usaha para perajin kain
tapis. Pemerintah juga telah mengambil kebijakan penting dengan menciptakan
lingkungan usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan dalam bidang produksi,
permodalan, distribusi, dan pemasaran.
Pembubaran lembaga adat Lampung (kepunyimbangan) oleh pemerintah juga ikut mendorong
perubahan yang terjadi pada kain tapis. Dengan berubahnya struktur
pemerintahan, maka lembaga dan organisasi sosial dalam masyarakat adat tidak
lagi memiliki legitimasi. Lembaga adat (kepunyimbangan) yang berfungsi sebagai pagar sekaligus
kontrol dalam rangka melindungi stabilitas atau equilibrium masyarakat tidak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya. Namun akan lebih baik seandainya keputusan pemerintah
tentang penghapusan lembaga adat ditinjau kembali, karena adanya lembaga
tersebut akan semakin memperkokoh eksistensi kain tapis Lampung.
Selain dampak sosial budaya yang berhasil melestarikan dan mempertahankan
kelangsungan seni kerajinan kain tapis, perubahan yang terjadi pada kain tapis
juga mempunyai dampak sosial ekonomi. Dampak perubahan kain tapis dari aspek
ekonomi sudah jelas pada meningkatnya penghasilan para perajin.
Sabtu, 10 November 2012
Langganan:
Postingan (Atom)